Membaca untuk Sembuh: Menumbuhkan Semangat Literasi sebagai Bentuk Self Healing di Tengah Pandemi Covid-19
Sudah satu tahun lebih Covid-19 melanda dunia, tak terkecuali Indonesia. Dampaknya hingga kini semakin meluas, tidak hanya pada kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan psikologis. Dr. Bagus Takwin, dosen Fakultas Psikologi UI, dalam portal berita Media Indonesia (2020) mengatakan bahwa pandemi telah menciptakan dampak ganda dari sisi psikologis.
Selain karena ancaman penyakit yang menimbulkan rasa cemas dan panik, terdapat pula rasa sedih karena kehilangan keluarga, dan juga beban psikologis akibat permasalahan lain seperti rapuhnya stabilitas ekonomi.
Bantuan seperti konseling dari psikolog atau psikiater tentu akan sangat membantu menyembuhkan beban psikologis ini. Namun, situasi yang penuh dengan pembatasan semasa pandemi agaknya tidak memungkinkan untuk melakukan konseling secara luring.
Di tengah terbatasnya akses dan mobilitas ini, terdapat sebuah alternatif penyembuhan yang menarik, mudah, dan fleksibel. Terbilang fleksibel karena metode ini dapat dilakukan secara mandiri. Metode tersebut berupa self healing atau yang dalam bahasa Indonesia berarti penyembuhan diri sendiri. Metode self healing ini pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara yang positif, termasuk dengan aktivitas membaca buku.
Membaca buku merupakan salah satu aktivitas ringan yang memiliki segudang manfaat. Membaca buku tidak hanya dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan. Lebih dari itu, ternyata membaca buku juga sangat bermanfaat bagi kesehatan psikologis seseorang. Sebuah penelitian pada tahun 2013 yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Psychology & Psychotherapy melakukan uji coba terhadap 96 responden dengan depresi menengah. Dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa mereka yang diberikan buku untuk dibaca ternyata menunjukkan kemajuan kondisi dibandingkan mereka yang tidak membaca buku.
Kemudian, berdasarkan sebuah studi pada tahun 2016 dari Yale University School of Public Health, ditemukan hasil bahwa, mereka ⸺ orang-orang yang membaca buku ⸺ memiliki 20% penurunan risiko kematian selama 12 tahun, dibandingkan dengan non-pembaca buku.
Profesor Philip Davis, penulis buku Reading for Life, mengatakan bahwa sebuah literatur yang hebat dapat membebaskan emosi dan imajinasi serta dapat membuat seseorang merasa “lebih hidup”. Frasa dan kata-kata yang tidak biasa dalam sebuah karya sastra dapat menarik perhatian pembaca, memicu momen refleksi diri, dan membantu menggeser otak ke tingkatan aktivitas yang lebih tinggi. Selain itu, sebuah novel modern juga dapat memicu “semangat”, terutama jika alur ceritanya unpredictable.
Di sisi lain, terdapat satu fakta menarik dari metode ini, yaitu self healing melalui kegiatan membaca rupanya sudah diterapkan sejak Zaman Eropa Klasik. Dr. Paul Byrne dalam portal “Stilyst UK” (2020) mengungkapkan bahwa orang Yunani kuno memiliki kebiasaan menghilangkan stres dan depresi menggunakan puisi sebagai terapi. William Shakespeare dan Charles Dickens telah membuktikannya. Demikian pula halnya dengan Ratu Inggris ⸺ Victoria ⸺ yang mendapatkan penghiburan dari karya Alfred Lord Tennyson ketika suaminya, Pangeran Albert, meninggal dunia.
Dewasa ini, terdapat beragam jenis genre buku yang dapat kita pilih sebagai bahan bacaan. Mulai dari buku antologi puisi, novel, hingga buku bertemakan self improvement. Untuk melakukan aktivitas membaca ini, kita dapat memilih dua cara, yang pertama adalah secara pribadi, dan yang kedua adalah bergabung dengan komunitas buku yang bergerak secara daring. Namun, terlepas dari bagaimana pun caranya dan genre apa yang dibaca, jangan pernah sekali-kali berhenti untuk membaca. Membaca buku dapat menjadi sarana untuk merefleksikan diri sekaligus menemukan ketenangan dan kenyamanan batin di tengah situasi yang serba tidak pasti. Oleh karena itu, tetaplah membaca, karena membaca akan membantu kesembuhan jiwa dari segala beban dan luka.